BeritaNusa
| Usulan yang diajukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendi untuk
mengubah waktu belajar dari 6 hari menjadi 5 hari saja dalam seminggu mendapat
berbagai tanggapan, ada yang menyambut dengan baik namun tidak sedikit pula
yang menolak kebijakan tersebut.
Banyak yang
beranggapan bahwa kebijaka tersebut justru akan mengganggu proses Pendidikan di
madrasah.
Termasuk
didalamnya ialah wakil ketua umuum Partai Persatuan pembangunan (PPP), Arwani
Thomafi mengatakan bahwa kebijakan 5 hari sekolah yang akan diterpkan mulai
tahun pelajaran 2017-2018 ini dapat mematikan medrasah selain tidak memahami
kearifan local.
class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kebijakan
perubahan jam sekolah yang baru dinilai jauh dari rasa keadilan, tidak memahami
kearifan local serta tidak menghargai sejarah keberadaan lembaga Pendidikan di
masyarakat. Yang sudah berkembang dan berlangsung jauh sebelum kemerderkaan,
ungkapnya,”.
Menurutnya
sistam Pendidikan yang sudah ada sekarang ini sudah berjalan dengan baik. Pengayaan
jam pelajaran diluar sekolah melalui kursus, pengajian, Madrasa Diniyah dan
sebagainya sudah berjalan dengan baik.
Reaksi
serupa juga dilontarkan oleh wakil Ketua Umum MUI yang meminta mendikbud mengkaji ulang
kebijakan sekolah lima hari, wakil ketua umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi dalam
keterangan Pers, Minggu (11/6/2017) menyampaikan, kebijakan tersebut dapat
berpengaruh pada praktik penyelenggaraan Pendidikan keagamaan yang dikelola
oleh swadaya masyarakat. Seperti Diniyah dan Pesantren.
Menurutnya
biasanya kegiatan keagamaan tersebut dimulai setelah pelajaran pulang dari
sekolah umum, yaitu SD, SMP dan SMA.
“Hal ini
sangat menyedihkan dan akan menjadi sebuah catatan kelam bagi dunia Pendidikan islam
negeri yang berdasarkan Pancasila,” Kata Zainut dalam keterangan tertulisnya.
No comments:
Write komentar